Lewat layanan telefon, informasi tentang pil aborsi disebarkan di Pakistan. Ini adalah insiatif dari berbagai organisasi perempuan dengan bantuan dari kelompok aksi dari Belanda, Women on Waves. Aksi ini kontroversial karena di Pakistan aborsi dilarang. Namun yang paling penting, menurut Women on Waves, “dengan hanya 30 Rupies (sekitar 3000 Rupiah) nyawa seorang perempuan bisa diselamatkan.”
Dua wanita dan seorang pria duduk di tengah ruangan sebuah hotel di Lahore. Salah satu dari wanita tersebut ingin mendapat informasi tentang aborsi. Wanita lainnya melontarkan pertanyaan dan menjelaskan bagaimana Obat Misoprostal bisa menggugurkan kandungan. Pria yang berpura-pura jadi suami mendengarkan dari belakang.
Ini adalah latihan percakapan untuk para pegawai layanan telefon yang diorganisir oleh Women on Waves. Organisasi Belanda ini dikenal di seluruh dunia karena kampanye mereka untuk membantu para wanita melakukan aborsi dengan aman di negara-negara yang melarang aborsi.
Misoprostol
Tiga puluh wanita Pakistan yang sudah dilatih akan bekerja untuk layanan telefon untuk menyebarkan informasi tentang pemakaian pil aborsi. Obat Misoprostol ini harganya kurang dari seribu Rupiah. Dengan pil ini 85 sampai 90 persen perempuan hamil bisa mengalami keguguran dalam waktu sembilan minggu. Orang tidak akan bisa membedakannya dengan miskram. Namun demikian, sebagian besar wanita tidak tahu ini.
Hampir 900 ribu wanita Pakistan tiap tahunnya melakukan aborsi ilegal yang kebanyakan tidak aman. Mereka biasanya sudah menikah dan punya anak. Alat kontrasepsi di Pakistan sulit didapatkan karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama setempat.
10-15 persen wanita meninggal karena aborsi tidak aman. Setiap tahunnya hampir 200 ribu wanita terpaksa dirawat di rumah sakit. Menurut Tahira Abdullah, aktivis HAM Pakistan, kebanyakan aborsi dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. “Mereka memakai alat yang tidak steril, minyak mendidih, gantungan baju, tongkat. Mengerikan sekali.”
Terlantar
Jasmin (nama samaran) melakukan aborsi lima tahun lalu karena tekanan. Sebagai seorang perawat ia tahu resikonya. Ia berkenalan dengan tukang sapu rumah sakit. Jasmin kaget bukan kepalang ketika tahu bahwa wanita itulah yang akan membantunya melakukan aborsi.
“Dia bilang sudah sering melakukan aborsi. Wanita dari berbagai kalangan, pejabat dan polisi. Menurutnya dia melakukan lima sampai enam aborsi per hari. Kenapa kamu takut, tanyanya.”
Jasmin punya banyak alasan untuk takut. “Resiko infeksi besar karena ia hanya punya satu alat yang dipakai untuk mengaborsi semua wanita. Saya ngeri dan merasa sangat terlantar,” kata Jasmin. Setelah melakukan aborsi ia minum antibiotika untuk jaga-jaga. Jasmin tidak menderita efek samping apa-apa.
Riskan
Undang-undang aborsi di Pakistan untuk sementara tidak akan berubah. Menurut Khalida Salimi, mempromosikan aborsi bisa berbahaya. “Aborsi harus diperkenalkan oleh rumah sakit pemerintah dan dengan kemauan politik. Kalau tidak percuma saja. Orang bisa ditangkap karena dianggap melecehkan Tuhan.”
Rebecca Gomperts dari Women on Waves bisa menduga reaksi yang akan muncul di Pakistan. Namun, ia yakin melakukan hal yang tepat. “Dengan penyebaran informasi tentang pil aborsi kita bisa tiap hari menyelamatkan nyawa orang. Ini adalah informasi yang harus disebarluaskan.” [Radio Netherlands Worldwide]